Indonesia, tanah air yang kaya akan keberagaman budaya dan etnis, juga memiliki kekayaan linguistik yang luar biasa. Dari Sabang hingga Merauke, terdapat 718 bahasa daerah yang menjadi cerminan kebinekaan bangsa. Namun, keberadaan bahasa-bahasa ini kini terancam oleh arus modernisasi yang terus bergulir.
Sebuah laporan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), mengungkapkan bahwa lebih dari 100 bahasa daerah di Indonesia berada di ambang kepunahan.
Bahkan, dalam rentang waktu 30 tahun terakhir, 200 bahasa telah mengalami kepunahan, menyusul hilangnya sekitar 2.500 bahasa di seluruh dunia. Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang peduli terhadap keberlangsungan warisan budaya bangsa.
Sebagai respons atas ancaman ini, Kemendikbud Ristek meluncurkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) pada Program Merdeka Belajar episode ke-17 pada tanggal 22 Februari 2022. Menurut Badan Bahasa, program ini bertujuan untuk memperlindungi bahasa dan sastra daerah yang rentan, mengalami kemunduran, bahkan terancam punah hingga kritis.
Dalam paparannya yang berjudul “Kebijakan Nasional Penanganan Bahasa dan Sastra Daerah,” Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), menyampaikan kebutuhan akan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung program revitalisasi bahasa daerah.
Dia menekankan, “pengembangan ekosistem bahasa dan sastra daerah melalui sinergi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan, termasuk juga pegiat dan komunitas dalam mendukung program revitalisasi bahasa daerah harus dilakukan.”
Rapat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan dalam rangkaian Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) pada 1-5 Mei 2024 di Jakarta menjadi momen penting dalam upaya pelestarian bahasa daerah. Festival ini tidak hanya menjadi wadah untuk menghasilkan karya sastra di tingkat daerah dan nasional, tetapi juga sebagai upaya apresiasi terhadap para maestro dan pembina karya sastra dan bahasa daerah.
Amich menambahkan, “acara ini sebagai ekspresi demonstrasi ketangkasan kebudayaan dan bahasa daerah melalui berbagai macam atraksi sesuai dengan potensi daerah tersebut. Itu menjadi cara yang efektif melalui pidato, dongeng, komedi tunggal, dan lain-lain.”
Selain itu, rapat koordinasi ini menjadi platform bagi kepala daerah dari 38 provinsi untuk berbagi strategi dan praktik baik dalam meningkatkan kualitas pengajaran bahasa daerah, pelatihan guru, pengembangan kurikulum, dan bahan ajar yang relevan. E. Amidunin Aziz, Kepala Badan Bahasa, menyatakan bahwa kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat dalam mendukung program revitalisasi bahasa daerah sangat menggembirakan.
Rakor ini juga diharapkan dapat menghasilkan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melindungi dan mempromosikan penggunaan bahasa daerah di seluruh Indonesia. Melalui sinergi dan komitmen bersama, diharapkan langkah-langkah konkret dapat diambil untuk menjaga keberagaman dan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Sebagai penghargaan atas peran aktif dalam menjaga keberagaman bahasa daerah, Kemendikbud Ristek memberikan penghargaan Revitalisasi Bahasa Daerah kepada 20 kepala daerah pada FTBIN 2024. Daftar penerima penghargaan tersebut mencakup berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan komitmen yang luas dalam menjaga keberagaman bahasa daerah.
Dalam upaya menjaga keberlanjutan dan kekayaan budaya bangsa, langkah-langkah seperti Program Revitalisasi Bahasa Daerah menjadi sangat penting. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, didukung oleh kesadaran masyarakat, akan menjadi kunci dalam memastikan warisan bahasa daerah tetap hidup dan berkembang dalam arus modernisasi yang terus berjalan.
Sumber: Ratusan Bahasa Daerah Terancam Punah, Perlu Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Penulis: Bunga Melssa Maurelia